efek

Minggu, 14 Juli 2013

PENGEMBANGAN WAHANA/FORUM PSM BERPERAN DALAM KEGIATAN


·         POSYANDU
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yang di laksanakan oleh,dari dan bersama masyarakat, untuk memperbayakan dan memberikan kemudahan kepada ,masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak balita.

1. Pengertian
a) Suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.
b) Pusat kegiatan masyarakat dalam upaya kesehatan dan keluarga berencana (Nasrul Effendi : 1998).
c) Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (Nasrul Effendi : 1998).
d) Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKBBS (Nasrul Effendi : 1998).

2. Tujuan posyandu
a) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b) Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR (Infant Mortality Rate/Angka Kematian Bayi).
c) Mempercepat penerimaan NKKBS.
d) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat.
e) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak geografi.
f) Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.



3. Sasaran posyandu
a. Bayi berusia kurang dari 1 tahun.
b. Anak balita usia 1 – 5 tahun.
c. Ibu hamil.
d. Ibu menyusui.
e. Ibu nifas.
f. Wanita usia subur.

4.  Kegiatan posyandu
a. Lima kegiatan posyandu (panca krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare.

b. Tujuh kegiatan posyandu (sapta krida posyandu)
1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2) Keluarga Berencana (KB)
3) Imunisasi
4) Peningkatan Gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi Dasar
7) Penyediaan Obat Essensial
8) Pembentukan Posyandu

5.  Pembentukan Posyandu
a. Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti pos penimbangan balita, pos immunisasi, pos keluarga berencana, pos kesehatan, pos lainnya yang bentuk baru.

b. Persyaratan posyandu
1. Penduduk RW tersebut paling sedikit terdapat 100 orang balita.
2. Terdiri dari 120 kepala keluarga.
3. Disesuaikan dengan kemampuan petugas (bidan desa).
4. Jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam 1 tempat atau kelompok tidak terlalu jauh.

c. Alasan pendirian posyandu
a. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan pertolongan pertama pada kecelakaan sekaligus dengan pelayanan KB.
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana.


6.  Penyelenggara posyandu
a.Pelaksana kegiatan adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat di bawah bimbingan puskesmas.
b. Pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah tersebut.

 7. Lokasi/letak posyandu
a. Berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat.
b. Ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
c. Dapat merupakan lokal tersendiri.
d. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW atau pos lainnya.

8.  Pelayanan Posyandu
a. Pelayanan kesehatan yang dijalankan
a) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
b) Penimbangan bulanan
c) PMT yang berta badannya kurang
d) Immunisasi bayi 3-14 bulan
e) Pemberian oralit yang menanggulangi diare
f) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama

b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
a) Pemeriksaan kesehatan umum
b) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
c) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
d) Immnunisasi TT untuk ibu hamil
e) Peyuluhan kesehatan dan KB
f) Pemberian alat kontrasepsi KB
g) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
h) Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
i) Pertolongan petama pada kecelakaan

9.  Sistem informasi di posyandu (sistem lima meja)
a. Meja I
Layanan meja I merupakan layanan pendaftaran, kader melakukan pendaftaran pada ibu dan balita yang datang ke Posyandu. Alur pelayanan posyandu menjadi terarah dan jelas dengan adanya petunjuk di meja pelayanan. Petunjuk ini memudahkan ibu dan balita saat datang, sehingga antrian tidak terlalu panjang atau menumpuk di satu meja.

b. Meja II
Layanan meja II merupakan layanan penimbangan.

c. Meja III
Kader melakukan pencatatan pada buku KIA setelah ibu dan balita mendaftar dan di timbang. Pencatatan dengan mengisikan berat badan balita ke dalam skala yang di sesuaikan dengan umur balita. Di atas meja terdapat tulisan yang menunjukan pelayanan yang di berikan.

d. Meja IV
Diketahuinya berat badan anak yang naik atau yang tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, pasangan usia subur yang belum mengikuti KB, penyuluhan kesehatan, pelayanan PMT, oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, kondom.

e. Meja V
Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita yang datang ke posyandu dilayani di meja V. Kader menyiapkan nasi, lauk, sayur dan buah-buahan yang akan dibagikan sebelum pelaksanaan Posyandu. Pemberian makanan tambahan bertujuan mengingatkan ibu untuk selalu memberikan makanan bergizi kepada bayi dan balitanya.

Indikator pelayanan di Posyandu atau di Pos Penimbangan Balita menggunakan indiktor-indikator SKDN dimana :
a) S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
b) K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai KMS ( Kartu Menujuh Sehat)
c) D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu dan menimbang berat badannya
d) N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya.

10.  Prinsip dasar posyandu
a. Posyandu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan antara pelayanan profesional dan non prosfesional.
b. Adanya kerjasama lintas program yang baik (KIA, KB, Gizi, Imunisasi, penanggulangan diare) maupun lintas sektoral (Departemen Kesehatan RI, Departemen dalam negeri, BKKBN).
c. Kelembagaan masyarakat (pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasi, pos kesehatan, dll).
d. Mempunyai sasaran penduduk yang sama (Bayi 0-1 tahun, anak balita 1-5 tahun, ibu hamil, PUS).
e. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan PKMD/PHC.


 11. Kategori posyandu
a) Posyandu Pratama (warna merah) dengan kriteria posyandu yang belum mantap, kegiatannya belum rutin tiap bulan, kader aktifnya terbatas.
b) Posyandu Madya (warna kuning) dengan kriteria kegiatannya >8x/tahun, kader >5 orang, cakupan program utama (KB, KIA, Gizi, Imunisasi) rendah yaitu 50%, kelestarian posyandu baik.
c) Posyandu Purnama (warna hijau).
d) Posyandu Mandiri (warna biru).
pada hari “H” posyandu.
Baik, bila jumlah kader ≥5 orang sedangkan kurang, bila jumlah kader <5 orang.
c. Cakupan D/S.

11. Indikator posyandu
a. Frekwensi penimbangan pertahun
Seharusnya kegiatan ini dilakukan tiap bulan (12x/tahun). Tapi kenyataannya tidak semua posyandu berfungsi setiap bulan, maka diambil batasan 8x/tahun. Rawan apabila frekuensi penimbangan <8x/tahun, sedangkan cukup mapan apabila frekuensi penimbangan 8x/tahun.
b. Rata-rata jumlah kader tugas
Baik jika D/S mencapai ≥ 50% sedangkan kurang jika D/S mencapai < 50 % (belum mantap).


2. POLINDES
Pondok bersalin desa (POLINDES) adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat ( UKBM ) yang merupakan wujud nyata bentuk peran serta masyarakat didalam menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelanyanan kesehatan ibu dan anak lainnya , termasuk KB di desa.

Latar belakang sebagai bentuk peran serta masyarakat polindes seperti halnya posyandu, di kelolah oleh pamong setampat.Dalam hal ini kepala desa melalui lembaga pemberdayaan masyarakat (UPM).Namun berbeda dengan posyandu yang pelayanannya doi lakukan oleh kader dan di dukung oleh petugas puskesmas .Dalam pelayanannya polindes sangat trgantung dengan Bidan.Hal ini karena pelayanan polindes di desa merupoakan pelayanan propesi Bidan .

Factor – factor yang menjadi factor pendukung polindes di kabupaten:
-Dukungan pemerintah daerah stempat
 -Kerja sama lintas sektr dan lintas program (KIA dan PROMKES)
 -Koordinasi yang baik antara puskesmas dengan Camat dan kepala desa.
-Kebutuhan masyarakat terhadap keterampilan dan pelayanan Bidan serta keramahan Bidan desa.


Factor penghambat tumbuh kembang polindes :
- Kesulitan mendapatkan posisi yang strategis
- Kesulitan menggali peran serta masyarakat
- Bidan yang tidak tinggal di desa
- Kepercayaan dan budaya masyarakat , melahirkan dengan dukun dan melahirkan di rumahnya sendiri.


Tujuan polindes
a. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan penanganan pada kasus gagal.
b. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
c. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi ibu dan keluarganya.
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.

Fungsi polindes
a. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
b. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA.
c. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.

 Kegiatan-kegiatan polindes
a. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan mendeteksi dini resiko tinggi kehamilan.
b. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
c. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
d. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah, serta imunisasi dasar pada bayi.
e. Memberikan pelayanan KB.
f. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
g. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma).
h. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
i. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
j. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta peningkatan penggunaan ASI dan KB.
k. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.

 Indikator polindes
a. Fisik
Bangunan polindes tampak bersih, tidak ada sampah berserakan, lingkungan yang sehat, polindes jauh dari kandang ternak, mempunyai ruangan yang cukup untuk pemeriksaan kehamilan dan pelayanan KIA, mempunyai ruangan untuk pertolongan persalinan, tempat yang bersih dengan aliran udara/ventilasi yang baik dan terjamin, mempunyai perabotan dan alat-alat yang memadai untuk pelaksanaan pelayanan.
b. Tempat tinggal bidan di desa
Keberadaan bidan secara terus menerus/menetap menentukan efektivitas pelayanan, termasuk efektifitas polindes, jarak tempat tinggal bidan yang menetap di desa dengan polindes akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan di polindes, bidan yang tidak tinggal di desa dianggap tidak mungkin melaksanakan pelayanan pertolongan persalinan di desa.
c. Pengelolaan polindes
Pengelolaan polindes yang baik akan menentukan kualitas pelayanan sekaligus pemanfaatan pelayanan oleh masyarakat. Kriteria pengelolaan polindes yang baik adalah keterlibatan masyarakat melalui wadah kemudian dalam menentukan tarif pelayanan maka tarif yang ditetapkan secara bersama, diharapkan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memanfaatkan polindes, sehingga dapat meningkatkan cakupan dan sekaligus dapat memuaskan semua pihak.
d. Cakupan persalinan
Pemanfaatan pertolongan persalinan merupakan salah satu mata rantai upaya peningkatan keamanan persalinan, tinggi rendahnya cakupan persalinan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya ketersediaan sumber dana kesehatan, termasuk di dalamnya keberadaan polindes beserta tenaga profesionalnya yaitu bidan di desa, dihitung secara komulatif selama setahun, meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong di polindes selain berpengaruh terhadap kualitas pelayanan ibu hamil sekaligus mencerminkan kemampuan bidan itu sendiri, baik di dalam kemampuan teknis medis maupun di dalam menjalin hubungan dengan masyarakat.
e. Sarana air bersih
Polindes dianggap baik apabila telah tersedia air bersih yang dilengkapi dengan MCK, tersedia sumber air (sumur, pompa, PDAM) dan dilengkapi pula dengan SPAL.
f. Kemitraan bidan dan dukun bayi.
Merupakan hal yang dianjurkan dalam pelayanan pertolongan persalinan di polindes, dihitung secara komulatif selama setahun.
g. Dana sehat
Sebagai wahana memandirikan masyarakat untuk hidup sehat yang pada gilirannya diharapkan akan mampu melestarikan berbagai jenis upaya kesehatan bersumber daya masyarakat setempat untuk itu perlu dikembangkan ke seluruh wilayah/kelompok sehingga semua penduduk terliput dana sehat.
h. Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran
KIE merupakan salah satu teknologi peningkatan PSM yang bertujuan untuk mendorong masyarakat agar mau dan mampu memelihara serta melaksanakan hidup sehat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, melalui jalinan komunikasi, informasi dan edukasi yang bersifat praktis dengan keberadaan polindes beserta bidan di tengah-tengah masyarakat diharapkan akan terjalin interaksi antara bidan dan masyarakat. Interaksi dengan intensitas dan frekwensi yang cukup tinggi akan dapat mengatasi kesenjangan informasi kesehatan. Semakin sering bidan menjalankan KIE akan semakin mendorong masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup sehatnya termasuk di dalam meningkatkan kemampuan dukun bayi sebagai mitra kerja di dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil. KIE untuk kelompok sasaran seharusnya dilakukan minimal sekali setiap bulannya dihitung secara komulatif selama setahun.

 Kategori tingkat perkembangan polindes
a. Pratama.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : tidak tinggal di desa yang bersangkutan.
3) Pengelolaan polindes : tidak ada kesepakatan.
4) Cakupan persalinan di polindes : <10 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, tapi belum dilengkapi sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : <25 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : <6 kali.
8) Dana sehat/JPKM : <50 %.
b. Madya.
1) Fisik : belum ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : > 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada, tidak tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 10 – 15 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, belum ada sumber air, tapi ada MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 25 – 49 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 6 – 8 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
c. Purnama.
1) Fisik : ada bangunan tetap, belum memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : 1 – 3 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : 20 – 29 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air dan MCK.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : 50 – 74 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : 9 – 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : < 50 %.
d. Mandiri.
1) Fisik : ada bangunan tetap, memenuhi syarat.
2) Tempat tinggal bidan : < 1 km.
3) Pengelolaan polindes : ada dan tertulis.
4) Cakupan persalinan di polindes : > 30 %.
5) Sarana air bersih : tersedia air bersih, sumber air, MCK dilengkapi SPAL.
6) Cakupan kemitraan bidan dan dukun bayi : < 75 %.
7) Kegiatan KIE untuk kelompok sasaran : < 12 kali.
8) Dana sehat/JPKM : ≥ 50 %.

Prinsip-prinsip polindes
a. Merupakan bentuk UKBM di bidang KIA-KB.
b. Polindes dapat dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa.
c. Memiliki tingkat peran serta masyarakat yang tinggi, berupa penyediaan tempat untuk pelayanan KIA, khususnya pertolongan persalinan, pengelolaan polindes, penggerakan sasaran dan dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
d. Dalam pembangunan fisik polindes dapat berupa ruang/ kamar yang memenuhi persyaratan sehat, dilengkapi sarana air bersih, maupun peralatan minimal yang dibutuhkan.
e. Kesepakatan dengan masyarakat dalam hal tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat, dukungan operasional dan tarif pelayanan kesehatan di polindes.
f. Menjalin kemitraan dengan dukun bayi.
g. Adanya polindes tidak berarti bidan hanya memberi pelayanan di dalam gedung.

Unsur-unsur polindes
a. Adanya bidan di desa.
b. Bangunan atau ruang untuk pelayanan KIA-KB dan pengobatan sederhana.
c. Adanya partisipasi masyarakat


3. KB – KIA         
KB – KIA adalah kegiatan kelompok belajar kesehatan ibu dan anak yang anggotanya meliputi ibu hamil dan menyusui.

Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar ibu hamil dan menyusui tahu cara yang baik untuk menjaga kesehatan sendiri dan anaknya, tahu pentingnya pemeriksaan ke puskesmas dan posyandu atau tenaga kesehatan lain pada masa hamil dan menyusui serta adanya keinginan untuk ikut menggunakan kontrasepsi yang efektif dan tepat.
b. Tujuan Khusus
Memberi pengetahuan kepada ibu tentang hygiene perorangan pentingnya menjaga kesehatan, kesehatan ibu untuk kepentingan janin, jalannya proses persalinan, persiapan menyusui dan KB.

Kebijakan
a. Kegiatan harus disesuaikan dengan kesehatan ibu dan masalah yang ada.
b. Pelaksanaannya dilakukan setiap minggu dengan materi dasar yang harus di review terus.
c. Metode yang digunakan adalah demonstrasi dengan materi dan pembicara berganti - ganti.
d. Tenaga pelatih atau pengajar adalah orang yang ahli di bidangnya.
e. Tempat pertemuan adalah di ruang tunggu puskesmas, kelurahan atau tempat lain yang dikenal masyarakat.
f. Lamanya pelatihan tiap hari tidak lebih dari 1 jam.
g. Beri teori 20 menit, selebihnya adalah demontrasi

Materi Kegiatan
a. Pemeliharaan diri waktu hamil
b. Makanan ibu dan bayi
c. Pencegahan infeksi dengan imunisasi
d. Keluarga Berencana
e. Perawatan payudara dan hygiene perorangan.
f. Rencana persalinan
g. Tanda-tanda persalinan

Kegiatan yang dilakukan
a. Pakaian dan perawatan bayi
b. Contoh makanan sehat untuk ibu hamil dan menyusui
c. Makanan bayi
d. Perawatan payudara sebelum dan setelah persalinan
e. Peralatan yang diperlukan ibu hamil dan menyusui
f. Cara memandikan bayi
g. Demontrasi tentang alat kontrsepsi dan cara penggunaanya

Pelaksana
a. Pelaksana utama meliputi dokter puskesmas, pengelola KIA, Kader, Bidan.
b. Pelaksana pendukung meliputi camat, kades, pengurus LKMD, tokoh masyarakat.
c. Pelaksana pembina meliputi sub din KIA Propinsi, tim pengelola KIA kabupaten.
 
Faktor Penentu Keberhasilan
a. Faktor manusia
b. Faktor sarana (tempat)
c. Faktor prasarana (fasilitas).


4. DASA WISMA
Dasa Wisma adalah bagian dari organisasi PKK yang berada di tingkat paling bawah yaitu suatu kelompok yang beranggotakan 10 KK sampai dengan 20 KK yang diketuai oleh seseorang yang dipilih oleh mereka. Dasa Wisma mengambil peranan yang sangat penting dan strategis dalam pemberdayaan keluarga menuju masyarakat yang sejahtera. Banyak Program-program pokok PKK yang pelaksanaannya justru di tingkat Dasa Wisma ini , terutama program sandang, pangan, kesehatan, pengembangan kehidupan koperasi, pendidikan dan ketrampilan, kelestarian lingkungan hidup dan lain-lainnya.
Pembinaan Dasa Wisma sangat diperlukan guna lebih memberdayakan anggotanya agar lebih sejahtera.
5. TABULIN
1. Definisi
Tabulin adalah tabungan sosial yang dilakukan oleh calon pengantin, ibu hamil dan ibu yang akan hamil maupun oleh masyarakat untuk biaya pemeriksaan kehamilan dan persalinan serta pemeliharaan kesehatan selama nifas. penyetoran tabulin dilakukan sekali untuk satu masa kehamilan dan persalinan ke dalam rekening tabulin.
2. Tujuan
a. Meningkatkan pemahaman, pengetahuan, pengelola dan masyarakat tentang tabulin.
b. Meningkatkan kemampuan para pengelola dan masyarakat dalam mengenali masalah potensi yang ada dan menemukan alternative pemecahan masalah yang berkaitan dengan ibu hamil dan nifas.
c. Meningkatkan kesadaran, kepedulian pengelola dan masyarakat dalam penggerakan ibu hamil untuk ANC, persalinan dengan tenaga kesehatan, PNC, serta penghimpunan dana masyarakat untuk ibu hamil, bersalin dan ambulan desa
Tabulin (Tabungan Ibu bersalin) dan Dasolin (Dana Sosial Bersalin).
Tabulin berarti Tabungan yang dikumpulkan oleh si Ibu bersalin itu sendiri atau keluarganya dari sejak awal kehamilan untuk memenuhi biaya persalinannya kelak di fasilitas kesehatan. Tabulin merupakan penerapan konsep siaga yang paling dasar, karena kalau seorang ibu hamil maupun seorang suami sudah mempersiapkan biaya persalinan sejak awal kehamilan melalui Tabulin berarti paling tidak dia sudah menerapkan konsep ‘siaga’ untuk dirinya sendiri.
Berdasarkan pengamatan penulis hampir 90% ibu hamil yang penulis temui tidak memiliki Tabulin dengan berbagai alasan antara lain : Pertama, Tidak ada uang yang bisa disisihkan dari penghasilannya karena buat makan dan memenuhi kebutuhan sehari hari saja sudah mepet. Kedua, menganggap tabungan untuk biaya persalinan tidaklah penting Karena toh ada SKTM yang bisa meringankan biaya persalinan mereka. Ketiga, mereka yakin akan melahirkan secara normal dan tidak akan mengalami komplikasi dan pasti biayanya murah.
Untuk alasan yang pertama memang tidak bisa kita pungkiri bahwa mereka memang benar2 orang yang tidak mampu dan memang tidak ada uang yang bias mereka sisihkan, tetapi bukan berarti tidak ada solusi bagi persiapan biaya persalinan mereka. Dalam masalah ini maka kader dan tokoh masyarakat setempat sangat dibutuhkan peranannya melalui pengumpulan Dasolin. Misalnya melalui acara-acara pengajian atau arisan tokoh agama dan tokoh masyarakat mengajak pesertanya untuk mengumpulkan dana membantu mempersiapkan biaya persalinan si ibu ”A” yang memang semua warga sudah tahu dengan kondisi ekonominya. Misalnya pesertanya ada 50 orang dan setiap orang mengeluarkan Rp.1000 setiap bulannya maka sampai waktu persalinannya ibu ”A” sudah mempunyai Dasolin sebesar Rp.450.000 yang bisa digunakan untuk biaya persalinan di ibu bidan. Apabila hal ini sudah berjalan maka tidak ada lagi ibu hamil yang menggantungkan biaya persalinannya kepada pemerintah. Dan masyarakat yang demikian sudah bisa dikatakan sebagai masyarakat ”Siaga” dalam hal kuratif.
Untuk alasan yang kedua, salah satu solusinya adalah memperketat persyaratan untuk mendapatkan SKTM dan juga perlu dibuat aturan yang memaksa mereka harus menabung untuk biaya persalinannya. Misalnya bidan tempat si ibu melakukan ANC mewajibkan setiap ibu hamil yang periksa di tempat dia untuk menabung di ibu bidan dengan pengadministrasian yang baik dan bisa dipercaya.
Untuk alasan yang ketiga dibutuhkan peran tenaga kesehatan untuk mendeteksi sedini mungkin kelainan atau faktor resiko kehamilan si ibu sehingga bisa diberikan informasi sedini mungkin ke ibu hamil dan keluarganya bahwa nanti persalinannya harus melalui operasi atau tindakan lain. Sehingga ibu dan keluarganya juga akan sudah tahu bahwa persalinannya akan membutuhkan biaya yang besar dan akan mempersiapkannya.

6. DONOR DARAH BERJALAN
Donor darah berjalan merupakan salah satu strategi yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam hal ini direktorat Bina Kesehatan Ibu. Melalui program pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat, dalam upaya mempercepat penurunan AKl.
Donor darah berjalan adalah para donor aktif yang kapan saja bisa dipanggil. Termasuk kerja mobil ambulance dilapangan yang mendatangi instansi pemerintahan dan swasta terkait sediaan darah lewat program yang mereka buat.
Untuk menguatkan program tersebut Menteri Kesehatan Dr.dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) mencanangkan dimulainya penempelan stiker perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) secara nasional. Dengan pencanangan ini, semua rumah yang di dalamnya terdapat ibu hamil akan ditempeli stiker berisi nama, tanggal taksiran persalinan, penolong persalinan, tempat persalinan, pendamping persalinan, transportasi dan calon pendonor darah. Dengan demikian, setiap kehamilan sampai dengan persalinan dan nifas dapai dipantau oleh masyarakat sekitar dan tenaga kesehatan sehingga persalinan tersebut berjalan dengan aman dan selamat.
Kebutuhan akan darah dari tahun ke tahun semakin meningkat yaitu mencapai 3 juta kantong per tahun. Sementara PMI setiap tahunnya hanya dapat mengumpulkan sekitar 1.2 juta kantong. Masih kurangnya jumlah kantong darah yang harus dikumpulkan disebabkan masih minimnya geliat masyarakat untuk mendonorkan darah mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan penggalangan Donor Darah Sukarela (DDS).
Dari sudut medis tindakan menyumbang darah merupakan kebiasaan baik bagi kesehatan pendonor. Salah satunya, dengan berdonor darah secara teratur secara tidak langsung pendonor telah melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur pula. Karena sebelum mendonorkan darah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara lengkap.
Darah yang disumbangkan dapat expired (kedaluwarsa) bila tidak terpakai. Sel-sel darah merah harus digunakan dalam 42 hari. Platelet harus digunakan dalam 5 hari, dan plasma dapat dibekukan dan digunakan dalam jangka waktu 1 tahun. Selain itu, donor darah akan membantu menurunkan risiko terkena serangan jantung dan masalah jantung lainnya. Penelitian menunjukkan, mendonorkan darah akan mengurangi kelebihan zat besi dalam tubuh. Walau masih perlu penelitian lagi untuk memastikannya, kelebihan zat besi diduga berperan menimbulkan kelainan pada jantung. Kelebihan itu akan membuat kolesterol jahat (LDL) membentuk ateros/derosis (plak lemak yang akan menyumbat pembuluh darah).
Jika donor darah dilakukan 2-3 kali setahun, atau setiap 4 bulan sekali, diharapkan kekentalan darah berkurang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Sistem produksi sel - sel darah juga akan terus terpicu untuk memproduksi sel-sel darah baru yang akan membawa oksigen keseluruh jaringan tubuh. Sirkulasi darah yang baik akan meningkatkan metabolisme dan merevitalisasi tubuh.
Siklus pembentukan sel-sel darah baru yang lancar dan metabolisme tubuh yang berjalan baik, membuat berbagai penyakit dapat dihindarkan. Selama 24 jam setelah berdonor maka volume darah akan kembali normal. Sel-sel darah akan dibentuk kembali dalam waktu 4-8 minggu.

Adapun donor darah dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Fasilitasi warga untuk menyepakati pentingnya mengetahui golongan darah.
2. Jika warga belum mengetahui golongan darahnya, maka perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah bagi seluruh warga yang memenuhi syarat untuk menjadi donor darah.
3. Hubungi pihak Puskesmas untuk menyelenggarakan pemeriksaan darah. Jika Puskesmas tidak mempunyai layanan pemeriksaan darah, maka mintalah Puskesmas melakukan rujukan. Jika diperlukan hubungi unit tranfusi darah PMI terdekat.
4. Buatlah daftar golongan darah ibu hamil dan perkiraan waktu lahir, kumpulkan nama warga yang mempunyai golongan darah yang sama dengan ibu hamil. Catat nama dan alamat mereka ataupun cara menghubungi yang tercepat dari semua warga yang bergolongan darah sama dengan ibu hamil.
5. Usahakan semua ibu hamil memiliki daftar calon donor darah yang sesuai dengan golongan darahnya.
6. Buatlah kesepakatan dengan para calon donor darah untuk selalu siap 24 jam, sewaktu-waktu ibu hamil memerlukan tranfusi.
7. Buat kesepakatan dengan Unit Tranfusi darah, agar para warga yang telah bersedia menjadi pendonor darah diprioritaskan untuk diambil darahnya, terutama tranfusi bagi ibu bersalin yang membutuhkannya.
8. Kader berperan memotivasi serta mencari sukarelawan apabila ada salah seorang warganya yang membutuhkan darah.
7. AMBULANCE DESA
Ambulan desa adalah salah satu bentuk semangat gotong royong dan saling peduli sesama warga desa dalam sistem rujukan dari desa ke unit rujukan kesehatan yang berbentuk alat transportasi.
 Ambulan desa adalah suatu alat transportasi yang dapat digunakan untuk mengantarkan warga yang membutuhkan pertolongan dan perawatan di tempat pelayanan kesehatan.
 Tujuan
a. Tujuan umum.
Mempercepat penurunan AKI karena hamil, nifas dan melahirkan.
b. Tujuan khusus.
Mempercepat pelayanan kegawat daruratan masa1ah kesehatan, bencana serta kesiapsiagaan mengatasi masalah kesehatan yang terjadi atau mungkin terjadi.
3. Sasaran
Pihak-pihak yang berpengaruh terhadap perubahan prilaku individu dan keluarga yang dapat menciptakan iklim yang kondusif terhadap perubahan prilaku tersebut. Semua individu dan keluarga yang tanggap dan peduli terhadap permasalahan kesehatan dalam hal ini kesiapsiagaan memenuhi sarana transportasi sebagai ambulan desa.
4. Kriteria
a. Kendaraan yang bermesin yang sesuai standart (mobil sehat)
b. Mobil pribadi, perusahaan, pemerintah pengusaha .
c. ONLINE (siap pakai)
5. Indikator Proses Pembentukan Ambulan Desa.
a. Ada forum kesehatan desa yang aktf
b. Gerakan bersama atau gotong royong oleh masyarakat dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah kesehatan. bencana serta kegawat daruratan kesehatan dengan pengendalian faktor resikonya.
c. UKBM berkualitas
d. Pengamatan dan pemantauan masalah kesehatan.
e. Penurunan kasus masalah kesehatan, bencana atau kegawat daruratan kesehatan.

8. DESA SIAGA
Desa siaga adalah desa yang penduduknya mempunyai kesiapan sumber day dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan ,bencana dan kegawat daruratan kesehatan secara mandiri.( syafrudin dan hamidah , 2009)


Si(siap) yaitu pendataan dan mengamati selruh ibu hamil ,siap mendampingi ibu , siap menjadi donor darah , siap memberi bantuan kendaraan untuk rujukan , siap membantu pendanaan Bidan dan wilayah kelurahan selalu siap memberi pelayanan.

A(antar )yaitu warga desa , bidan wilayah dan komponen lainnya dengan cepat dan sigap mendampingi dan mengatur ibu yang akan melahirkan jika memerlukan tindakan gawat darurat.

Ga(jaga ) yaitu menjaga ibu pada saat dan setelah ibu melahirkan serta menjaga kesehatan bayi yang baru di lahirkan.

Tujuan umum desa siaga adalah terwujudnya masyarakat yang sehat , peduli , dan tanggap terhadap kesehatan di masyarakat.
Tujuan khususnya yaitu :
a) Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan .
b) Peningkatan kewaspadaan dan kesiap siagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
c) Peningkatan kesehatan lingkungan desa .

Sasaran pengembangan desa siaga yaitu :
a) Semua individu dan keluarga
b) Tokoh masyarakat , tokoh agama , kader serta anggota kesehatan
c) Pihak – pihak yang di harap dapat memberikan dukungan kebijakan ,seperti Kepala Desa , Camat dan LSM.(Syafrudin dan Hamidah 2009)

Beberapa tahapan dari desa siaga:
a) Tahap bina , pada tahap ini forum masyarakat desa mungkin belum aktif , tetepi telah ada forum atau lembaga masyarakat desa yang telah berfungsi dalam bentuk apa saja .(misalnya kelompok rembuk desa ,kelompok pengajian atau persekutusn desa .)
b) Tahap tambah , dalam tahap ini forum masyarakat desa telah aktif dan anggota forum mengembangkan UKBM sesuai kebutuhan masyarakat selain posyandu .
c) Tahap kembang , dalam tahap ini , forum kesehatan masyarakat desa telah berperan secara aktif dan mampu mengembangkan usaha UKBM sesuai kebutuhan dengan biaya berbasis masyarakat.

d) Tahap paripurna , pada tahap ini semua indicator dalam criteria desa siaga sudah terpenuhi .(Syafrudin dan Hamidah , 2009)

Pengembangan desa siaga
Pelaksanaan desa siaga di laksanakan dengan menempuh tahap sebagai berikut yaitu :
1. mengidentifikasi masalah , penyebab masalah , dan sumber daya yang dapat di manfaatkan untuk mengatasi masalah
2. mendiagnosis masalah dan merumuskan alternative pemecahan masalah
3. menetapkan alternative pemecahan masalah yang layak melaksanakan nya ,
4. memantau , mengevaluasi , membina kelestarian upaya yang telah di lakukan .(Syafrudin dan Hamidah , 2009)

Pelaksanaan kegiatan
Secara operasional , pembentukan desa siaga di lakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
1. pemeliharaan pengurus dan kader desa siaga
2. orientasi / pelatihan kader desa siaga
3. pengembangan pos kesdes dan UKBM
4. penyelenggaran kegiatan desa siaga
5. pembinaan dan peningkatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar